Alamanahjurnalis.com - JAKARTA - Wakil Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) Saldi Isra menyoroti sikap negara yang menurutnya mulai mengabaikan sektor pendidikan meskipun hal tersebut jelas-jelas merupakan amanat konstitusi UUD 1945.
Saldi berpandangan, sikap lepas tanggung jawab negara itu tercermin dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengenyam pendidikan.
"Sekarang ini, terus terang, negara mulai mau melepaskan tanggung jawabnya terhadap pendidikan ini," kata Saldi dalam sidang lanjutan uji materi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di MK, Selasa (23/7/2024).
"Coba bayangkan, ada sekarang UKT (uang kuliah tunggal) sampai Rp 50 juta. Kita bisa bayangkan, enggak? Seberapa mungkin orang miskin bisa mencapai itu?" ujar dia.
Saldi mengakui, konstitusi menekankan bahwa prioritas negara untuk pendidikan sejauh ini adalah tingkat pendidikan dasar.
Namun demikian, negara juga dianggap tidak boleh lepas tangan pada pendidikan menengah dan tinggi meski penyelenggaraan pendidikan pada SD dan SMP juga semakin memberatkan.
Saldi bercerita bahwa angkatannya dulu cukup bersekolah dengan datang ke sekolah. Mayoritas kebutuhan bersekolah, sesederhana buku-buku pelajaran, disediakan tanpa perlu membeli.
"Sekarang yang jadi problemnya, sudah disebutkan di konstitusi anggaran pendidikan itu minimal 20 persen dengan memprioritaskan kepada pendidikan dasar 9 tahun, tapi justru sekarang soal buku dan kebutuhan itu menjadi tanggung jawab peserta didik dan orangtuanya," ujar profesor asal Solok, Sumatera Barat itu.
"Jadi, dalam konteks itu sebetulnya kita mengalami kemunduran. Terbayang, enggak, kita sekarang orangtua harus memikirkan pakaian anak, kebutuhan sekolah lain, kebutuhan buku dan lain sebagainya," kata dia menambahkan.
Saldi lantas meminta agar ahli dalam sidang ini, Nina Felicia dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), menyampaikan model-model serta proyeksi pembiayaan pendidikan.
Sebab, perintah UUD 1945 sudah sangat jelas bahwa visi bernegara salah satunya ialah mencerdaskan kehidupan berbangsa dan pemerintah harus memprioritaskan pendidikan dasar tanpa melihat negeri dan swasta.
"Soal pendidikan itu tidak terlalu meenjadi perhatian sungguh-sungguh sih sebetulnya dari awal Kemerdekaan sampai hari ini. Belum pernah saya menemukan satu rezim pemerintahan yang visinya memang pendidikan betul," ujar Saldi.
Dalam uji materi UU Sisdiknas ini, Jaringan Pemantau Pendidik Indonesia (JPPI) meminta agar Pasal 34 ayat (2) UU tersebut tidak hanya mewajibkan pendidikan dasar (SD-SMP) gratis di sekolah negeri saja, tetapi juga sekolah swasta.
Menurut JPPI, sekolah swasta tidak wajib gratis bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi "setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya".
Mereka juga mempersoalkan tingginya angka putus dan tidak sekolah di saat anggaran pendidikan juga semakin tinggi.
Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari pemerintah, menurut JPPI, masih berupa belas kasihan atau bantuan negara, alih-alih kewajiban negara.
MK menegaskan masih akan meminta pandangan pihak lain dalam uji materi UU Sisdiknas ini.
Selanjutnya, MK akan meminta keterangan dari Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk membahas hal yang sama.
Sumber : kompas.com