Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dari Gerobak Becak Menuju Majelis Ilmu: Kisah Transformasi Pengajian Rakyat yang Kini Jadi Inspirasi Umat

| May 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-16T15:15:59Z

Surabaya, Alamanahjurnalis.com - Siapa sangka, dari sebuah komunitas kecil para tukang becak yang mengais rezeki di tengah lalu lintas kota Surabaya, lahir sebuah gerakan dakwah yang kini tumbuh menjadi salah satu kelompok pengajian paling solid dan berdaya di bawah naungan Yayasan Nurul Hayat. Pengajian ini bernama “Matabaca”, singkatan dari Majelis Takmir Abang Becak—sebuah nama sederhana namun sarat makna perjuangan.

Pengajian Matabaca bukan sekadar forum kajian rutin, melainkan sebuah simbol perjuangan spiritual dari kaum bawah yang tak ingin kehilangan cahaya ilahi di tengah kerasnya roda kehidupan. Meski kini banyak dari para pendirinya telah beralih profesi, semangat menjaga nilai-nilai Islam dan ukhuwah tetap menyala.

Seiring berjalannya waktu, gerakan ini justru semakin berkembang. Tak hanya para abang becak, masyarakat umum dari berbagai latar belakang mulai tertarik bergabung dan menghidupkan kegiatan. Kini, pengajian Matabaca telah menjadi rumah besar bagi lebih dari 200 anggota aktif, seluruhnya pria, yang tersebar khususnya di wilayah Wonokromo, Surabaya.

Matabaca tidak berdiri sendiri. Dalam perjalanannya, pengajian ini tumbuh dalam naungan Yayasan Nurul Hayat—sebuah lembaga sosial-dakwah nasional yang berbasis di Surabaya. Yayasan ini memiliki sistem organisasi yang tertata rapi, mulai dari tingkat pusat hingga daerah, termasuk dalam pembinaan kelompok-kelompok pengajian seperti Matabaca.

Kantor pusat Yayasan Nurul Hayat beralamat di kawasan Gunung Anyar, Rungkut, Surabaya, dan dipimpin langsung oleh Bapak H. Moelek, sang pendiri sekaligus pemilik yayasan. Ia dibantu oleh sejumlah manajemen kantor dan lapangan, di antaranya Ustadz Anjik Setiawan serta Ustadz H. Na’i, yang aktif mendampingi kegiatan dakwah dan sosial masyarakat.

Tanggal 14 Mei 2025 menjadi momen penting bagi keluarga besar Matabaca. Bertempat di Masjid Al-Achmad, Jalan Pulo, Wonokromo, Surabaya, digelar pengajian perdana setelah libur Ramadhan 1446 Hijriyah. Kegiatan ini sekaligus menjadi ajang konsolidasi spiritual dan organisasi.

Dalam sambutannya, Ustadz H. Na’i menyampaikan bahwa secara umum, kondisi manajemen organisasi Nurul Hayat, khususnya program pengajian Matabaca, masih dalam keadaan aman dan terkendali. Ia juga menyinggung hasil pertemuan dengan pimpinan pusat yang membahas berbagai aspek penting: audit keuangan, ketertiban data anggota, dan penerapan sistem kehadiran berbasis presensi yang lebih rapi dan akuntabel.

Secara terpisah, Ustadz Agus Barata, selaku Koordinator Wilayah Wonokromo, memberikan penjelasan komprehensif tentang perkembangan dan dinamika kegiatan Matabaca. Ia menyampaikan bahwa pertumbuhan keanggotaan berjalan sangat positif. Dari waktu ke waktu, terjadi peningkatan jumlah peserta aktif yang kini mencapai lebih dari 200 orang, semuanya merupakan kaum pria yang tersebar di sejumlah lingkungan di wilayah Surabaya selatan.

Komitmen utama yang dijaga, menurut Ustadz Agus, adalah memastikan bahwa pengajian rutin tetap berjalan tanpa kendala, apapun situasinya. Komitmen ini ditempuh dengan mengikuti arahan manajemen yayasan, serta menjalin komunikasi efektif dengan seluruh koordinator wilayah.

Beberapa agenda utama yang rutin dilaksanakan antara lain:

1. Pengajian Rutin Bulanan

Diselenggarakan setiap hari Rabu di pekan kedua, pengajian ini dikhususkan bagi seluruh anggota resmi dan aktif. Lokasi kegiatan dilakukan secara bergilir dari satu masjid ke masjid lainnya, selama masih berada dalam lingkup koordinasi wilayah. Tujuannya agar semua anggota merasakan suasana berbeda sekaligus memperkuat jaringan ukhuwah antarjamaah.

Kegiatan diisi dengan pembacaan Surah Yasin, tahlil bersama, serta taushiyah dari para mubalig pilihan yang telah disusun oleh manajemen yayasan. Suasana semakin semarak dengan penampilan grup rebana al-banjari yang dimainkan oleh kalangan muda dari lingkungan jamaah.

Selama sesi istirahat, anggota yang hadir juga mendapatkan bingkisan konsumsi ringan, sebagai bentuk apresiasi dan untuk menambah semangat kebersamaan. Tak lupa, seluruh peserta diwajibkan mengenakan seragam khusus berwarna khas, yang telah disediakan manajemen sebagai bentuk identitas kolektif.

2. Paket Sembako dan Bantuan Keuangan Ramadhan

Setiap menjelang Ramadhan, Matabaca menyalurkan paket sembako Hari Raya kepada seluruh anggota aktif. Tidak hanya itu, mendekati Hari Raya Idul Fitri, diberikan pula bantuan tunai bernama “Seraya”, yang besarannya dihitung secara proporsional berdasarkan tingkat kehadiran anggota selama kegiatan berlangsung. Ini menjadi bentuk motivasi bagi jamaah untuk tetap aktif dan terlibat.

3. Kegiatan Idul Adha: Qurban dan Distribusi Daging

Momentum Hari Raya Idul Adha juga menjadi agenda besar tahunan. Masing-masing kelompok wilayah menyelenggarakan penyembelihan hewan qurban, yang kemudian dagingnya dibagikan kepada warga sekitar yang berhak. Proses ini bukan hanya sebagai bentuk ibadah, tetapi juga mempererat hubungan antara jamaah dengan lingkungan sosialnya.

4. Santunan Sosial: Khitan dan Ibu Hamil

Manajemen Matabaca juga menyelenggarakan bantuan biaya khitan bagi anak-anak dari keluarga anggota, serta bantuan untuk ibu hamil dari kalangan jamaah. Ini merupakan bentuk konkret perhatian terhadap kondisi sosial internal anggota, sekaligus memperkuat ikatan emosional dalam komunitas.

5. Kebijakan Bebas Iuran Tetap

Ustadz Agus menegaskan bahwa hingga kini Matabaca tidak membebankan iuran tetap wajib kepada anggotanya. Semua kegiatan ditopang oleh dana yayasan dan donasi sukarela. Iuran hanya dilakukan saat ada kegiatan sosial kemanusiaan, baik berskala nasional maupun internasional, seperti bencana alam, konflik, atau solidaritas untuk umat Muslim di negara lain.

Peran media dalam mengangkat kegiatan positif seperti Matabaca sangat penting. Awak media yang hadir dalam sejumlah kegiatan aktif memberikan dukungan moril, sekaligus membantu penyebaran semangat dakwah dan solidaritas sosial yang dijalankan komunitas ini.

Pengajian Matabaca kini bukan hanya menjadi tempat belajar agama, tetapi juga menjadi poros kekuatan sosial dan spiritual bagi anggotanya. Dengan landasan nilai-nilai Islam, semangat gotong royong, dan kepemimpinan yang adil, Matabaca menjadi bukti bahwa majelis ilmu bisa tumbuh dari akar rumput dan menjadi cahaya penerang di tengah masyarakat urban.

Apa yang dilakukan oleh komunitas Matabaca bersama Yayasan Nurul Hayat menunjukkan bahwa keberagaman profesi dan latar belakang sosial tidak menjadi penghalang untuk membangun komunitas yang berdaya, harmonis, dan religius. Mereka adalah bukti nyata bahwa dakwah bisa dimulai dari siapa saja, kapan saja, dan di mana saja — selama ada niat, semangat, dan kebersamaan.

Sukses selalu untuk pengajian “Matabaca - Nurul Hayat”. Semoga istiqomah dalam membangun ukhuwah, menyebarkan ilmu, dan menanamkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

(Triwono)

×
Berita Terbaru Update