Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kalau Orang Baik Nggak Nulis, Siapa yang Pegang Narasi?

| June 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-10T04:31:23Z


Alamanahjurnalis.com - JAKARTA - Banyak orang beranggapan bahwa menulis hanyalah sebuah cara untuk berbagi cerita, memberikan informasi, atau sekadar mengisi waktu. Namun, sebenarnya menulis itu memiliki unsur politik. Ini adalah fakta. Kegiatan menulis tidak hanya sekadar literasi; itu adalah sebuah tindakan. Bahkan, bisa dikatakan menulis merupakan bentuk perlawanan. Ketika dunia dipenuhi oleh narasi dari tokoh-tokoh "pintar" yang jahat, keheningan penulis yang baik justru menjadi ancaman berbahaya.Mobile app


Bayangkan jika semua yang tertulis di internet, buku, atau media sosial hanya berasal dari mereka yang pandai berbicara tanpa memperhatikan kebenaran. Sementara kita yang menganggap diri memiliki nilai, integritas, dan moral yang tinggi justru memilih untuk diam karena "sibuk" atau "tidak ada waktu." Betapa mengherankan-nya, itu sama halnya dengan menyerahkan panggung pada mereka yang tidak tepat. Menyerah sebelum berjuang.

Situasi ini mirip dengan dunia politik. Ketika orang-orang baik menolak untuk terjun ke dalam politik karena malas menghadapi "drama," jangan terkejut apabila kursi-kursi kekuasaan diisi oleh mereka yang... ya, kalian bisa tebak. Ini juga berlaku dalam dunia kepenulisan. Ketika individu-individu yang jujur, berpengetahuan, dan memiliki idealisme enggan untuk menulis, masyarakat akan terus dibius oleh narasi yang tidak seimbang, manipulatif, dan dipenuhi kepentingan terselubung.


Aktualisasi Diri, Lebih dari Sekadar Hobi

Menulis tidak hanya bermanfaat bagi orang lain. Kegiatan menulis juga merupakan cara untuk mengaktualisasikan diri. Jika kamu memiliki pemikiran yang menarik, pengalaman yang berharga, pengetahuan dibidang tertentu, atau kekhawatiran yang mendalam-kenapa harus disimpan sendiri? Menulis memberikan kehidupan pada ide-ide kita, membuat diri kita atau orang lain terwakili, bahkan ketika kita tidak berada di sana. Namun, tulisan melalui media digital dapat menyebar ke penjuru dunia.


Sayangnya, banyak orang merasa bahwa mereka tidak cukup pintar untuk menulis. Namun, menulis bukanlah tentang siapa yang memiliki gelar tertinggi, melainkan siapa yang dengan jujur dapat mengungkapkan pandangannya. Justru tulisan-tulisan yang datang dari hati-yang apa adanya, yang tidak dibungkus dengan istilah rumit, adalah yang paling berdampak.

Mahasiswa dan Gelar yang Diam

Bagian ini mungkin sangat mengena. Mahasiswa sering dianggap sebagai Agen of Change. Namun ironisnya, tidak sedikit dari mereka yang lulus dengan IPK yang baik dan gelar yang mengesankan, tetapi ide-ide mereka hanya ada di lembar skripsi. Tersimpan rapi di rak, berdebu, dan tidak pernah dilihat oleh orang lain. Tanpa menulis. Tanpa mengajar. Bahkan enggan untuk sekadar berbagi opini.


Mungkin selama kuliah, kita lebih fokus untuk mengejar gelar daripada ilmu? Terlalu sibuk untuk menghafal, bukan memahami. Terlalu fokus menyenangkan dosen, tetapi lupa berdiskusi dengan masyarakat. Pengetahuan yang hanya disimpan untuk diri sendiri bukanlah privilige. Itu bisa jadi bentuk egoisme yang dibungkus dalam prestasi.

Bukan Guru, Tapi Penarik Minat

Di tengah dunia yang semakin sulit, masyarakat berhak untuk mendapatkan pengetahuan yang sama. Namun sebagai penulis, tanggung jawab kita tidak hanya terbatas pada memberikan informasi atau mengajar. Tugas kita adalah membuat orang merasa tertarik. Karena orang tidak perlu disuapi, mereka membutuhkan alasan untuk peduli. Dan tulisan yang baik bukan yang ditulis dengan pintar, tetapi yang bisa mengajak orang lain berpikir.


Menulis adalah tentang mengajak. Bukan menggurui. Menulis juga membangun jembatan antara ide dan perasaan pembaca, bukan menara gading yang penuh dengan istilah akademis. Jadi, bagi kamu yang merasa memiliki kegelisahan, ide, atau hanya ingin menyampaikan kebenaran-ayo, mulai menulis!

Kesimpulan: Jangan Tunggu Sempurna

Tidak perlu menunggu hingga menjadi ahli untuk memulai menulis. Hanya satu hal yang diperlukan: keberanian. Berani untuk berpikir, berani untuk mengungkapkan, dan berani untuk melakukan kesalahan. Karena dari kesalahan itulah kita berkembang. Dari tulisan yang tidak sempurna, perubahan yang luar biasa dapat terlahir. Mari kita mulai mengisi berbagai tulisan dari orang-orang baik. Karena jika bukan kita, siapa lagi? Dan jika bukan sekarang, kapan lagi?

Sumber: netralnews.com
×
Berita Terbaru Update