Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Banyak Wartawan 'Bodrek' Peras Pemda, Dewan Pers: Akibat Pengangguran

| July 07, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-07T12:35:11Z


Alamanahjurnalis.com - JAKARTA – Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menyatakan, maraknya wartawan bodrek, istilah untuk orang yang mengaku-ngaku sebagai wartawan untuk memeras, merupakan akibat dari tingginya pengangguran serta kebebasan bermedia sosial. 


Menurut Komaruddin, banyak orang begitu mudahnya membuat kartu pengenal untuk mengatasnamakan diri sebagai seorang wartawan, padahal mereka tidak punya kompetensi dan terdaftar secara resmi di Dewan Pers.


"Memang akibat dari pengangguran, dan juga kebebasan bermedsos yang muncul ini, mudah sekali di daerah itu orang buat kartu nama, kemudian wartawan online, seenaknya saja. Padahal mereka tidak terdaftar resmi di Dewan Pers,"kata Komaruddin dalam rapat dengan Komisi I DPR, Senin (7/7/2025).


Komaruddin tidak memungkiri bahwa wartawan bodrek kerap memeras pejabat atau pemerintah derah.


Modusnya sederhana, oknum wartawan bodrek itu akan datang dengan kamera, memotret proyek pemerintah yang dianggap bermasalah, lalu mengancam akan memberitakannya jika tidak diberikan imbalan.


“Bagi kepala daerah yang tidak tahu, dan juga mungkin kinerjanya kurang bagus, ini jadi sasaran empuk. Pemda langsung otomatis keluar duitnya,” ujar Komaruddin. 


Oleh karena itu, ia menyarankan pemda agar tidak menanggapi permintaan wartawan yang tidak terdaftar secara resmi itu.


“Yang tidak tercatat (di Dewan Pers) jangan ditanggapi. Kecuali memang kinerja pemda tadi kurang beres, ya itu agak panjang urusannya,” kata Komaruddin. 


Untuk mengatasi masalah ini, Dewan Pers bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kepolisian dalam melakukan literasi kepada pemda di berbagai daerah. 


Salah satu solusinya adalah mendorong pemda untuk selalu mengecek legalitas wartawan ke database resmi Dewan Pers. 


Komaruddin juga menyoroti dampak dari pergeseran belanja iklan dari media massa konvensional ke media sosial, yang berkontribusi pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri pers.


“Iklan sebagai darah di media massa sekarang banyak mengalir ke medsos. Media mainstream seperti TV, surat kabar, tidak kebagian. Akibatnya mereka melakukan PHK karena tidak bisa bayar karyawan,” kata dia. 


Komaruddin berharap, DPR dan Kementerian Komdigi dapat memfasilitasi dialog antara pemangku kepentingan, termasuk perusahaan media dan Kementerian Dalam Negeri, guna menyalurkan tenaga wartawan bersertifikat ke instansi-instansi yang membutuhkan, termasuk pemerintah daerah.


“Setiap pemda juga butuh tenaga wartawan yang memang skillful. Sayang kalau mereka yang sudah dilatih dengan biaya tinggi malah menganggur,” kata Komaruddin.


Sebagai langkah preventif, Dewan Pers juga rutin mengadakan pelatihan jurnalistik di daerah, baik kepada wartawan maupun pihak pemda, untuk mempersempit ruang gerak wartawan bodrek yang sering menyalahgunakan profesi demi keuntungan pribadi. 


“Itu (wartawan bodrek) preman dalam bentuk lain yang menggunakan kartu anggota palsu,” kata dia.


Sumber: kompas.com

×
Berita Terbaru Update