Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jaksa Agung Sebut Pemulihan Aset Lewat Kesepakatan Penundaan Penuntutan Jadi Terobosan Baru

| August 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-21T18:42:14Z



Alamanahjurnalis.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebutkan pentingnya penerapan pendekatan follow the asset dan follow the money melalui mekanisme deferred prosecution agreement (DPA) atau kesepakatan penundaan penuntutan sebagai terobosan baru.


Menurut Burhanuddin, penerapan DPA yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP merupakan wujud pembaruan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. 


“Penegakan hukum pidana bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat,” kata dia saat jadi Keynote Speech pada Seminar Nasional bertema “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, Kamis (21/8/2025).


Burhanuddin menjelaskan, mekanisme ini diproyeksikan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum, khususnya dalam perkara pidana korporasi, dengan tetap mengedepankan asas proporsionalitas, kepastian hukum, dan kemanfaatan.


“DPA harus dilaksanakan dengan akuntabilitas, transparansi, serta berlandaskan pada pendekatan restoratif, korektif, dan rehabilitatif,” ujar Jaksa Agung.


Terlebih, penerapan DPA sudah lazim digunakan di negara-negara dengan sistem common law sebagai instrumen untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korporasi. 


“Di Indonesia, konsep ini relevan untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara sekaligus mencegah pemborosan anggaran dalam proses penegakan hukum,” jelasnya.


Karena itu, Burhanuddin dalam paparannya turut menggarisbawahi sejumlah isu strategis yang perlu menjadi bahan kajian dan rekomendasi, antara lain:


- Identifikasi korporasi sebagai subjek delik yang dapat dikenakan DPA;


- Jenis delik serta indikator tindak pidana yang relevan;


- Mekanisme atau business process pelaksanaan DPA oleh Jaksa;


- Peran lembaga peradilan dalam menilai dan mengesahkan kesepakatan;


- Optimalisasi Follow The Asset dan Follow The Money dalam pelaksanaan DPA;


- Implikasi hukum atas keberhasilan maupun kegagalan DPA;


- Mitigasi potensi penyalahgunaan serta mekanisme pengawasannya.


Apabila semua itu dijalankan, Burhanuddin memandang pembaharuan hukum acara pidana melalui DPA bukanlah upaya melemahkan hukum. Justru memperkuat fungsi hukum sebagai instrumen pemulihan dan pembangunan budaya hukum yang lebih baik.


“Ini adalah momentum penting dalam sejarah reformasi peradilan pidana Indonesia. Penegakan hukum bukan hanya menghukum, tetapi juga memulihkan, memperbaiki, dan membangun kepercayaan publik terhadap hukum,” tegasnya.


Adapun, seminar nasional ini merupakan rangkaian peringatan Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia ke-80 tahun 2025 dan dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum Prof. Eddy Omar Sharif Hiariej, Plt. Wakil Jaksa Agung Prof. Asep N. Mulyana, Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Prim Haryadi, 


Ketua Pembina Yayasan Pesantren Islam Al Azhar Prof. Jimly Asshiddiqie, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Asep Saefuddin, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Suparji Ahmad, berbagai tokoh nasional, akademisi, praktisi hukum, hingga perwakilan masyarakat sipil.


Sumber: beritanasional.com

×
Berita Terbaru Update