Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pemerintah Usul Hapus Ancaman Pidana Minimal Dalam UU di Luar KUHP Baru

| November 26, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-26T12:40:29Z



Alamanahjurnalis.com - JAKARTA - Pemerintah mengusulkan penghapusan seluruh ketentuan pidana minimal khusus dalam undang-undang di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. 


Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej saat menyampaikan poin-poin dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana yang kini dibahas bersama Komisi III DPR RI.


“Bapak-Ibu, terkait Undang-Undang di luar KUHP yang terdapat dalam bab 1, yaitu terkait pidana minimum khusus, ini dihapus. Kecuali untuk tindak pidana HAM berat, tindak pidana terorisme, tindak pidana pencucian uang, dan korupsi,” ujar Edward dalam rapat di Kompleks Parlemen, Rabu (26/11/2025).


Dia kemudian memberi contoh ketentuan pidana minimum yang dihapus dalam usulan pemerintah.


Misalnya pada Pasal 111 UU Narkotika yang mengatur ancaman pidana minimal 4 tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara. 


“Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum, menanam, memelihara, dan seterusnya, itu pidana minimumnya paling singkat 4 tahun, maksimumnya 12 tahun. Tetapi kemudian di dalam usulan kami ini pidana minimumnya dihapus,” kata pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu.


Menurut Eddy, usulan menghapus pidana minimum bertujuan mengurangi kelebihan kapasitas (overcrowding) lembaga pemasyarakatan (lapas), yang hingga kini didominasi kasus narkotika. 


“Padahal, mohon maaf, barang bukti yang disita itu kan 0,2 gram, 0,3 gram, tapi harus mendekam 4 tahun, karena ada ancaman minimumnya. Oleh karena itu, ancaman minimumnya kita hapus, tetapi untuk maksimumnya itu tetap. Jadi semua dikembalikan kepada pertimbangan hakim,” kata dia.


Selain itu, lanjut Eddy, untuk UU di luar KUHP yang mengatur penjara dan denda sekaligus, pemerintah mengusulkan agar setiap ancamannya diubah menjadi alternatif. 


Oleh karena itu, setiap frasa penjara dan denda diubah menjadi penjara dan/atau denda agar tidak lagi bersifat kumulatif.


“Jadi memberikan kebebasan kepada hakim tetapi kita tidak perlu khawatir karena di dalam KUHP baru itu ada pedoman pemidanaan,” ujar Eddy. 


Eddy mencontohkan Pasal 41 Ayat 2 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 


Pasal tersebut memuat aturan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda 25 juta. 


“Itu kemudian diubah, pejabat yang karena kealpaan blablabla, dimasukkan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori ketiga,” jelas Eddy. 


Lebih lanjut, Wamenkum menegaskan bahwa KUHP yang baru tidak lagi mengenal pidana kurungan.


Dengan begitu, ribuan peraturan daerah (Perda) yang masih memuat pidana kurungan akan disesuaikan menjadi pidana denda. 


“Jika perda itu dia pidana kurungan tunggal, maka dikonversi menjadi denda. Kalau pelakunya orang perseorangan, maka paling banyak kategori kedua, berarti Rp 10 juta. Tapi kalau pelakunya korporasi, itu diubah menjadi paling banyak kategori kelima yaitu sekitar Rp 500 juta,” jelas Eddy.


Eddy menambahkan bahwa ketentuan baku mengenai pidana denda sudah diatur berdasarkan 8 kategori di KUHP baru.


Oleh karena itu, konversi pidana kurungan menjadi denda yang diusulkan akan mengacu ke KUHP.


“Pidana denda ini sudah baku di dalam KUHP kita, yaitu kategori 1 sampai dengan kategori 8. Kategori 1 itu maksimumnya Rp 1 juta, kemudian Rp 10 juta, Rp 50 juta, Rp 200 juta, Rp 500 juta, Rp 2 miliar, Rp 5 miliar dan Rp 50 miliar,” pungkasnya.


Sumber: kompas.com

×
Berita Terbaru Update